Business Administration : Knowledge Management HRD-Center

Human Resources and Development

Kami ada untuk bekerja sekuat tenaga

Human Resources and Development

Pikiran kami curahkan demi kemajuan bersama

Human Resources and Development

Perubahan terkadang menyakitkan namun harus dilakukan

Human Resources and Development

Perkembangan tiap individu adalah investasi kita

Human Resources and Development

Perjuangan kami adalah nyata

Rabu, 27 Juni 2012

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Rabu, 13 Juni 2012

Pengertian HRD

Di dalam banyak perusahaan atau industri, posisi Human Resources Development atau bagian personalia merupakan salah satu bagian penting bagi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Sering kali posisi HRD dianggap sebagai nyawa dari suatu perusahaan sehingga tak jarang posisi ini cenderung mendapat otoritas yang cukup tinggi dan dominan di posisi manajerial perusahaan dalam mengambil langkah atau kebijakan bagi para pekerjanya.
Pada prakteknya, cukup banyak dari para pencari kerja atau jobseeker yang menginginkan posisi ini, terutama bagi para jobseeker yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi, ekonomi atau hukum. Mungkin banyak juga dari Anda yang tidak terlalu memahami tentang apa itu HRD dan mengapa pekerjaan ini dianggap sebegitu penting dalam suatu perusahaan. HRD atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai bidang sumber daya manusia, adalah bagian atau divisi dalam suatu manajemen perusahaan yang bertugas untuk mengatur serta mengembangkan sumber daya atau kemampuan seluruh pekerja yang ada dalam suatu perusahaan.

HRD bertanggung jawab penuh dalam proses rekrutmen atau pencarian tenaga kerja, mulai dari mencari kandidat terbaik, melakukan sesi wawancara atau interview, sampai proses penyeleksian. Seorang HRD juga bertanggungjawab penuh dalam mengelola dan menggali kemampuan dari setiap tenaga kerja yang ada serta mengembangkan potensi para tenaga kerja ini melalui beberapa metode seperti membuat penilaian kinerja karyawan atau yang kita kenal dengan KPI (Key Performance Index) dan juga memberikan pelatihan-pelatihan atau training mengenai kepemiminan dan ketermapilan lain dalam dunia kerja.
Biasanya untuk menjadi seorang HRD dibutuhkan beberapa persyartan khusus. Jika Anda melihat lowongan kerja HRD yang ada di media massa maupun online, hanya mereka yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi, ekonomi dan hukum yang bisa mengisi pekerjaan HRD. Selain itu, untuk menjadi seorang HRD diperlukan beberapa keahlian khusus seperti menguasai dan mampu mengoperasikan alat tes psikologi, memahami undang–undang ketenagakerjaan dan juga sistem penggajian (payment and payroll).
Maka cukup masuk akal jika mereka yang tergabung dalam bagian HRD ini cenderung memiliki kedudukan dan otoritas yang cukup berpengaruh dalam suatu perusahaan karena mereka ini memiliki tanggung jawab yang cukup berat, yaitu mengurusi semua kepentingan dan keperluan keseluruhan dari pekerja yang ada, bahkan termasuk mereka yang duduk kursi manajerial tertinggi

TENTANG HRD bagian dua (Kiat Menjadi HRD Manager)

Dalam setiap iklan lowongan pekerjaan umumnya mensyaratkan kandidatnya memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama dalam kurun waktu tertentu. Kurun waktu pengalaman kerja yang dituntut akan semakin lama manakala jabatan yang dibutuhkan adalah pada tingkat manajerial (top executive).
Hal tersebut juga berlaku untuk posisi di bidang SDM seperti HRD Manager. Pada umumnya untuk posisi tersebut perusahaan mensyaratkan pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun pada bidang SDM. Dengan melihat persyaratan di atas tentu saja akan menutup peluang bagi kandidat yang belum pernah bekerja di bidang SDM, meskipun sang kandidat mungkin sangat kompeten sebagai manajer di bidang lainnya.
Namun demikian, pada prakteknya kita mungkin seringkali menjumpai bahwa banyak HRD Manager yang dipilih atau diangkat tanpa pernah memiliki pengalaman di bidangnya ternyata sukses dalam memimpin departemennya. Fenomena menempatkan orang-orang yang tidak memiliki latar belakang bidang SDM pada posisi kunci (top executive) ternyata bukan hanya terjadi di perusahaan-perusahaan berskala kecil tetapi bahkan dilakukan oleh perusahaan yang sudah tergolong Fortune 100 companies.
Steve Bates dalam tulisannya berjudul “No Experience Necessary” di HR Magazine yang mengutip hasil survey dari Center for Effective Organizations at the University of Southern California (USC) mengungkapkan bahwa seperempat (1/4) top eksekutif di bidang SDM pda perusahaan-perusahaan terkemuka di Amerika ternyata memulai pekerjaan mereka tanpa pernah memiliki pengalaman di bidang SDM.
Hasil survey yang dilakukan HR Magazine pada 53 perusahaan yang tergolong Fortune 100 yang bersedia mengungkapkan resume para top HR executive mereka, memperlihatkan bahwa ternyata 12 orang tidak pernah memiliki latar belakang di bidang SDM (Juru bicara dari 47 perusahaan yang lain menolak untuk memberikan resume para top HR executive mereka). Tampaknya memang ada kecenderungan untuk menempatkan orang-orang dari bidang lain seperti accounting, finance, atau hukum untuk menjalankan HRD. Mengapa demikian? Apa pengalaman tidak lagi dibutuhkan?
Beberapa Alasan
Mengapa ada kecenderungan menempatkan orang-orang yang tidak berpengalaman untuk menduduki posisi top executive tentu saja ada alasannya. Pertama-tama perlu dilihat bahwa fenomena tersebut dipacu oleh tekanan-tekanan yang dialami oleh para eksekutif perusahaan (top management) untuk mencapai tujuan perusahaan. Tekanan-tekanan tersebut memaksa CEO untuk melakukan berbagai tindakan yang perlu. Oleh karena itu dalam pengangkatan seorang yang belum berpengalaman harus dilihat juga apakah ada agenda khusus yang harus dilakukan HRD atau ada sesuatu yang segera harus diperbaiki.
Untuk memahami hal-hal tersebut kita perlu juga untuk memahami apa yang ada dalam benak CEO. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak CEO yang masih menganggap bahwa HRD kurang memberikan kontribusi secara finansial kepada perusahaan. hasil survey Center for Effective Organizations mengungkapkan bahwa 78% dari para manajer percaya bahwa HRD harus menjadi mitra bersama-sama dengan top management dalam usaha membentuk para eksekutif yang tangguh.
Tetapi, hanya 27% dari para manajer percaya bahwa HRD mampu melaksanakan perannya tersebut. CEO seringkali menempatkan “muka baru” pada posisi HRD Manager dengan harapan memberikan angin segar dan perubahan yang menguntungkan perusahaan. Alasan kedua adalah CEO menginginkan para top executive untuk sementara ditempatkan sebagai HRD Manager agar dapat lebih memahami fungsi HRD lebih dalam sehingga jika nantinya dia menduduki posisi yang lebih tinggi maka akan dapat lebih menghargai keberadaan HRD.
Alasan lainnya adalah para pejabat yang tidak berpengalaman di HR tapi sangat profesional di bidang lain dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan bisnis kepada para personil HRD dan menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi langsung kepada usaha-usaha pencapaian tujuan perusahaan.
Beberapa Kiat Sukses
Sebagai konsekuensi dari penempatan orang yang tidak berpengalaman tentu saja ada yang berhasil dan ada yang tidak. Tidak jarang beberapa pejabat mengalami masa yang sangat sulit bahkan frustrasi pada awal menjabat. Namun demikian banyak juga yang berhasil melewati masa sulit tersebut dan sukses memimpin departemennya. Beberapa faktor dan kiat yang dapat membuat para HRD Manager berhasil diantaranya adalah dengan mengikuti beberapa saran berikut:
Bagi Anda pemegang tampuk pimpinan di perusahaan, jangan pernah menunjuk seorang eksekutif yang gagal sebagai HRD Manager. Dengan kata lain janganlah posisi di bidang SDM merupakan tempat pembuangan bagi para eksekutif yang gagal di bidang yang lain. Jika sampai hal ini terjadi hampir dapat dipastikan akan terjadi chaos pada HRD.
Penempatan orang yang memiliki jiwa bisnis yang kuat akan membuat HRD mampu memainkan perannya dalam menyusun perencanaan SDM dan mengintegrasikannya ke dalam strategi bisnis perusahaan serta tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelengkap. Seorang HRD Manager harus mampu membaca dan memahami laporan keuangan serta cash flow serta dapat mengetahui secara pasti bagaimana program-program HRD akan berpengaruh terhadap hal tersebut.
Menjadi HRD Manager bukan sekadar berhasil dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen SDM, namun perlu juga memahami bisnis perusahaan secara menyeluruh. Termasuk di sini adalah pemahaman mendalam tentang “nature of business” dan budaya perusahaan.
HRD Manager yang tidak berpengalaman di bidangnya hendaklah pandai-pandai dalam mengambil hati dan belajar dari orang-orang yang sudah berpengalaman. Jika Anda seorang yang kebetulan dipilih sebagai HRD Manager dan menganggap bahwa Anda harus ahli dalam segala hal maka masalah akan senantiasa menyertai Anda. Agar terhindar dari masalah cobalah untuk bersikap rendah hati dan katakan kepada bawahan Anda “Saya perlu belajar dari Anda lebih banyak lagi tentang hal ini.”
Tunjukkan penghargaan yang mendalam kepada staf atau bawahan Anda yang telah mendedikasikan dirinya pada bidang SDM. Jangan pernah menganggap remeh orang-orang tersebut, sebab jika Anda melakukannya, maka Anda akan kehilangan dukungan dari mereka.
Jika Anda sebagai HRD Manager menghadapi bawahan yang kurang senang dengan adanya perubahan kepemimpinan (HRD Manager (Anda) berasal dari bidang “non SDM”), cobalah untuk meyakinkan mereka bahwa hal ini harus dilihat dalam kerangka strategis bisnis perusahaan secara keseluruhan. Katakan juga bahwa Anda membutuhkan waktu dan bantuan mereka untuk memajukan HRD di perusahaan.
Dengan melihat semakin banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh HRD Manager maka dapat juga dilihat bahwa HRD bukan lagi sekadar faktor pelengkap dalam perusahaan. Setuju atau tidak HRD merupakan bagian yang penting, sama seperti finance, marketing, atau divisi lain, yang mempengaruhi aspek-aspek yang ada dalam perusahaan dalam mencapai tujuan.
Sekarang tinggal bagaimana para HRD Manager mampu menjawab tantangan tersebut dan terus meningkatkan kemampuan diri bukan hanya ahli di bidang SDM tetapi juga harus memiliki kemampuan (minimal memahami) di bidang-bidang lain seperti finance, akuntansi, hukum, dan IT. (Sumber: Majalah Human Capital)
Oleh: Johanes Papu
www.portalhr.com

Mengenal Serba-serbi Dunia HRD

HRD atau yang sering dipanjangkan menjadi Human Resources Department, bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sebuah organisasi. Kami percaya bahwa pengelolaan dari sumber daya manusia yang ideal dalam organisasi memiliki 8 aspek, yaitu:
1. Seleksi dan Rekrutmen
2. Pelatihan dan Pengembangan
3. Compensation and Benefit
4. Manajemen Kinerja
5. Perencanaan Karir
6. Hubungan Karyawan
7. Separation Management
8. Personnel Administration
Masing-masing aspek inilah yang akan menopang kinerja fungsi Human Resources dalam organisasi untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia berkualitas untuk menjawab kebutuhan bisnis dalam organisasi. Dadi ora ngawur sak karepe dhewe, masing-masing fungsi harus berjalan seimbang seiring dan selaras.
1. Seleksi dan rekrutmen
Bertanggung jawab untuk menjawab kebutuhan pegawai melalui penerimaan pegawai hingga penempatan para pegawai baru tersebut di posisi-posisi yang tepat. Kami percaya, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik (menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat), sebagai acuan yang membantu menyeleksi kandidat yang sesuai. Sedangkan untuk metode seleksi, biasanya sangat bervariasi, mulai dari psikotest, interview, skill test, referensi maupun assessment center. Dalam rekrutmen dipegang teguh right man in the right place dan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
2. Training dan development
Memiliki fungsi yang menjaga kualitas sumber daya manusia dalam organisasi melalui berbagai aktivitas pelatihan, pendidikan dan pengembangan sebagai upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja. Aktivitas ini dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Metode pengembangan yang populer saat ini adalah on-the-job training dan coaching disusul training..
3. Compensation and Benefit
Berfungsi untuk menyusun strategi hingga implementasi atas seluruh kompensasi yang diterimakan kepada pegawai yang mengacu pada kondisi pasar. Penyakit yang timbul akibat kesalahan ini biasanya pada perusahaan yang sudah beroperasi puluhan tahun, sehingga variasi usia karyawan cukup lebar, misalnya ada yang baru lulus SMU sampai yang berusia 60 tahun. Tidak mengejutkan bahwa ada kasus: gaji tukang fotokopi bisa lebih besar dari gaji supervisor, supervisor baru lulusan S1 gajinya diatas supervisor lama yang merangkak dari level operator, gaji supervisor kebalap gaji dan lemburan foremannya, dan lain sebagainya.
4. Penilaian kinerja
Merupakan upaya monitoring kesenjangan antara standard kinerja yang diharapkan dengan aktual kinerja yang ditunjukkan. Pilar performance management bertanggung jawab untuk merancang sistem hingga implementasi penilaian kinerja para pegawai hingga laras dengan objective yang harus dicapai oleh organisasi. Saat ini kami melihat berbagai strategi/ metode/ sistem penilaian kinerja, namun kami percaya bahwa tanpa eksekusi yang efektif maka strategi/ metode/ sistem yang sudah disusun akan menjadi sia-sia. Strategi penilaian kinerja yang ideal menurut kami harus dapat menjawab perkalian berikut ini:
Strategic Business Focus x Cascading Accountabilities x High Quality Interactions x Ensured Sustainability = Strategy Realized
Penilaian menggunakan pakem-pakem yang telah disepakati dan secara objektif berdasarkan target yang ditetapkan, tidak boleh mban cinde mban siladan. Keberhasilan dan kegagalan seseorang harus dapat dinilai berdasarkan objectif nya. Kuncinya penilaian atas diri seseorang adalah benar jika dapat diterjemahkan dalam bentuk tertulis, jika mudah di ucapkan tetapi sulit untuk diterjemahkan dalam bahasa tulisan, biasanya penilaian itu tidak benar.
5. Career Planning
Bertanggung jawab atas pengelolaan, perencanaan dan jenjang karir bagi seluruh anggota organisasi. Fungsi ini menjawab setiap pegawai memiliki jalur karir menurut tugas, tanggung jawab, dan kompetensi yang ia miliki. Mengacu kepada kondisi jangka panjang, karir setiap pegawai akan ditentukan oleh kelompok kerja di mana masing-masing pegawai bekerja (vertical path), namun dengan mempertimbangkan besarnya organisasi masing-masing, penyeberangan karir dari setiap kelompok tidak dapat dihindarkan (cross functhin career path, ) atau bahkan berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya (horizontal carreer path, ). Perpindahan ini merupakan suatu hal yang biasa, makanya dalam perjanjian kerja pada umumnya dicantumkan bahwa karyawan bersedia ditempatkan dimana saja. Nah ini biasanya juga sering diplesetkan untuk tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan yang tidak benar
6. Employee Relation Management
Biasanya juga berfungsi sebagai hubungan internal bagi setiap kebutuhan pegawai terhadap informasi, kebijakan dan peraturan perusahaan. Fungsi ini juga penting untuk menggali input-input dari pegawai mengenai berbagai aspek dalam organisasi. Informasi-informasi yang diterima karyawan harus tidak membingungkan, logis, nalar dan masuk akal, dan yang penting bukan berupa kabar angin, issue atau desas-desus yang baik sengaja maupun tidak disebar luaskan. Input-input yang diterima juga harus benar-benar dan sesuai fakta, bukan opini utawa akal-akalan
7. Separation Management
Adalah fungsi yang mengelola seluruh tindakan pemutusan hubungan kerja dalam organisasi banyak yang disebabkan karena normal separation (pensiun, habisnya masa kontrak, atau meninggal), forced separation (indisipliner, dll), atau early retirement (pensiun sebelum masanya), bisa juga karena mengundurkan diri.
8. Personel Administration
Yang biasa dikenal dengan Personalia atau Kepegawaian adalah fungsi yang mendukung terlaksananya fungsi HR yang lain. Secara umum fungsi ini bertanggung jawab terhadap Employee Database, Payroll dan pembayaran benefit lainnya, pinjaman karyawan, absensi, pencatatan cuti tahunan.

Tips Menjadi Seorang HRD Manager

Human Resources Department atau biasa disebut HRD. Mungkin kebanyakan orang yang mendengar atau membaca kata-kata tersebut langsung terlintas di pikiran bahwa setiap orang yang bekerja atau mempunyai karir sebagai HRD adalah seorang yang memiliki gelar pendidikan dari Fakultas Psikologi. Untuk menjadi seorang HRD Manager, biasanya perusahaan mensyaratkan pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun pada bidang SDM (Sumber Daya Manusia). Akan tetapi, pada prakteknya banyak kita jumpai disuatu perusahaan yang sudah tergolong Fortune 100 Companies ataupun di perusahaan-perusahaan berskala kecil di Amerika Serikat, bahwa banyak HRD Manager yang dipilih atau diangkat tanpa pernah memiliki pengalaman di bidangnya ternyata sukses dalam memimpin departemennya.
Menurut Steve Bates dalam tulisannya berjudul "No Experience Necessary" di HR Magazine yang mengutip hasil survey dari Center for Effective Organizations at the University of Southern California (USC) mengungkapkan bahwa seperempat (1/4) Top Eksekutif di bidang SDM pada perusahaan-perusahaan terkemuka di Amerika ternyata memulai pekerjaan mereka tanpa pernah memiliki pengalaman di bidang SDM. Tulisan Steve Bates semakin menguatkan dugaan bahwa memang perusahaan - perusahaan terkemuka di Amerika menempatkan orang yang memiliki background dari bidang lain seperti Hukum, Ekonomi, Perpajakan, Accounting, dan lain-lainnya untuk menempati posisi HRD Manager / Top Eksekutif HR.
Sedangkan di Indonesia, banyak perusahaan yang besar ataupun perusahaan yang sedang berkembang masih ada kecenderungan memilih orang untuk posisi HRD itu harus memiliki latar belakang Psikologi. Banyak yang beranggapan bahwa lebih memilih orang yang memiliki latar belakang Psikologi yang paling tepat untuk menempati posisi HRD dikarenakan memang sudah di didik untuk dapat membaca bagaimana sifat dari perilaku tiap individu, teknik wawancara, dan hal lainnya. Akan tetapi tidak memperkecil kemungkinan karena sesungguhnya masih ada beberapa perusahaan besar atau pun kecil yang ada di Indonesia menempatkan orang diposisi HRD dengan orang yang mempunyai background pendidikan lainnya.
Berikut ini ada beberapa tips mendasar yang bisa membantu Anda agar bisa meraih posisi HRD Manager:
Memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat baik. Seperti apa pemimpin yang baik? Jawaban pun akan relatif dan berbeda-beda, akan tetapi pada dasarnya ada beberapa kesamaan, yaitu Anda harus mampu mengatur, membuat tim dapat bekerja secara kompak, memiliki rencana dan strategi yang sangat baik, dan memiliki kemampuan memecahkan segala macam masalah.
Memiliki pengetahuan yang banyak mengenai prosedur dan proses hire dan recruitment. Pengetahuan ini dapat Anda miliki tanpa harus lulus dari pendidikan Psikologi. Anda harus mau lebih tekun mempelajari tentang ilmu pengetahuan mengenai prosedur dan proses hire and recruitment melalui berbagai macam cara. Yang pertama, Anda cari banyak buku yang membahas bagaimana cara menjadi seorang HRD yang baik dan benar. Yang kedua, banyak-banyaklah bertanya atau belajar dari kawan Anda yang memiliki dasar pendidikan Psikologi atau pun yang bekerja dibagian HRD. Yang ketiga, Anda dapat mencari tahu lebih lanjut tentang prosedur dan proses hire and recruitment melalui internet.
Berkenalanlah dengan banyak orang. Semakin Anda banyak berkenalan dengan orang lain yang belum dikenal, Anda dapat semakin mengasah kemampuan berkomunikasi dan dapat melatih kemampuan Anda mengenal karakter orang lain. Kemampuan mengenal karakter orang lain sungguh tidak mudah, oleh karena itu Anda harus mau banyak berkenalan dengan orang lain agar semakin terbiasa bertemu dan mengenal karakter orang yang berbeda-beda.
Perdalamlah keahlian Anda dalam menggunakan komputer. Seorang HRD Manager harus ahli menggunakan program Microsoft Office dan aplikasi HR yang terdapat dikomputer. Anda dapat belajar sendiri dirumah atau pun les komputer. Ada baiknya Anda ikut les komputer, karena dengan begitu Anda memiliki bukti bahwa Anda adalah seorang yang sudah ahli menggunakan segala macam aplikasi yang ada di komputer

Rabu, 30 Mei 2012

Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

A. Pendahuluan.
Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan dalam instansi pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekrja lebih menguasai dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak terlalu jauh dalam instansi pendidikan, pelatihan dan pengembangan sering dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja para tenaga kerja pendidikan yang dianggap belum mampu untuk mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan kebutuhan masyarakat dalarn pendidikan. Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja pendidikan mungkin sudah memenuhi syarat administarasi pada pekerjaanya, tapi secara aktüal para pekerja pendidikan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan pendidikan sesuai dengan tugas yang dijabat atau yang akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong pihak instansi pendidikan untuk memfasilitasi atau memiasililatori pelatihan dan pengembangan karir para tenaga kerja pendidikan guna mendapatkan hasil kinerja yang balk, etèktif dan efisien.
Salah satu fungsi manajemen surmberdaya manusia adalah training and development artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga kerja pendidikan yang bersumberdaya manusia yang baik dan tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagal upaya untuk mempersiapkan para tenaga kerja pendidikan untuk menghadapi tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management thought yang dikernukakan Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang tepat. Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam kemampuan dan tanggungjawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan efIsien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi pendidikan biasanya para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung dengan pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya, biasanya upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan, meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema iin, pemakalah mencoba dengan menyajiKan point-point penting yang ada kaitannya dengan pelatihan dai pengembangan sebagai berikut: Pengertian, tujuan, jenis-jenisnya, tahapan-tahapannya, tekniknya, manfaat dan kelemahannya.
.
B. Pengertian pelatihan dan pengembangan.
Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera.(Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau instansi pendidikan,
Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat kepribadian.
(Gomes:2003:197) Mengemukakan pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan mempunyai skcope yang lebih luas dandingkan dengan pelatihan.
Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini ( current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.
Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change). (Syafaruddin:200 1:2 17).
Hal serupa dikemukakan (Hadari:2005:208). Pelatihan adaah program- program untuk memperbaiki kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan pengembangan karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dan pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengernbangan karir adalah peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.
lstilah pelatihan dan pengembangan merujuk pada struktur total dan program di dalam dan luar pekerjaan karvawan yang dimanfaatkan perusahaan dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja pekerjaan dan promosi karir. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. (Sjafri :2003: 135).
.
C. Jenis pelatihan dan pengembangan
Terdapa banyak pendekatan untuk pelatlian. Menurut (Simamora:2006 :278) ada lima jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1. Pehtihan Keahlian.
Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
2. Pelatihan Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5. Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas(creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya dan kelaikan.
Adapun perbedaan antara pelatihan dan pengembangan menurut (Syafaruddin:2001 :217).
a. Pelatihan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini. Sasaran: Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.
b. Pengembangan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.
.
D. Tahapan proses pelatihan dan pengembangan.
Sebelum pelatihan dapat diselenggarakan, kabutuhan akan hal itu perlu dianalisis lebih dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan. Menurul (Sjafri:2003:140). setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, maka harus melakukan beberapa tahapan berikutnya:
1. Penilaian kebutuhan pelatihan.
a. Penilaian kebtuhan perusahaan.
b. Penilaian kebutuhan tugas.
c. Penilaian kebutuhan karyawan.
2. Perumusan tujuan pelatihan.
Perumusan tujuan pelatihan harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dan pelatihan itu sendiri.
3. Prinsip-prinsf p pelatihan.
a. partisipasi
b. pendalaman
c. relevansi
d. pengalihan
e. umpan balik
f. suasana nyaman
g. memiliki kriteria
4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.
a. Pelatihan instruksi pekerjaan
b. Perputaran pekerjaan
c. Magang dan pelatihan
d. Kuliah dan presentasi
e. Permainan peran dan pemodelan perilaku
f. Studi kasus
g. Simulasi
h. Studi mandiri dan pembelajaran program
i. Pelatihan laboratorium
j. Pembelajaran aksi
Dalam tahapan ini menurut (Gomes:2003:204) terdapat paling kurang tiga tahapan utama dalam pelatihan dan pengembangan, yakni: penentuan kebutuhan pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi program pelatihan.
1. Penentuan kebutuhan pelatihan (assessing training needs)
Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada daripada mengorientasikan para pegawai yang baru. Dari satu segi kedua-duanya sama. Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan atau/menentukan apakah perlu atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.
Dalam tahapan ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yaitu:
a). General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seseorang pegawai tertentu.
b). Oversable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi/penilaian kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil kerjanya sendiri.
c). Future human resources neeeds, yaitu jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidak sesuaian kinerja, tetapi Iebih berkaitan dengan sumberdaya manusia untuk waktu yang akan datang.
2. Mendesain program pelatihan (desaigning a training program)
Sehenarnya persoalan performansi bisa disiatasi melalui perubahan dalam system feedback, seleksi atau imbalan, dan juga melalui pelatihan. Atau akan Iebih mudah dengan melakukan pemecatan terhadap pegawai selama masa percobaannya.
Jika pelatihan merupakan Solusi terbaik maka para manajer atau supervisor harus memutuskan program pelatihan yang tepat yang bagaimana yang harus dijalankan. Ada dua metode dan pririsip bagi pelatihan:
a. Metode pelatihan.
Metode peIathan yang tepat tergantung kepada tujuannya. Tujuan atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian metode yang berheda pula.
b. Prinsip umum bagi metode pelatihan
Terlepas dari berhagai metode yang ada, apapun bentuk metode yang dipilh, metode tersebut harus rnemenuhi prinsip—prnsip seperti: 1 .Memotivasi para peserta pelatihan. 2. Memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan. 3. Harus konsisten dangan isi pelatihan. 4.Peserta berpartisipasi aktif. 5. Memberikan kesempatan untuk perluasan ketrampilan. 6. Memberikan feedback. 7. Mendorong dari hasil pelatihan ke pekerjaan. 8. Harus efektif dari segi biaya.
3. Evaluasi efektifitas program (evaluating training program effectivenees).
Supaya efektif, pelatihan haru merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Untuk meningkatkan usaha belajarnya,para pekerja harus menyadari perlunya perolheanb informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru, dan keinginan untuk belajar harus dipertahankan. Apa saja standar kinerja yang telah ditetapkan, sang pegawai tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut terlalu banyak atau terlalau sedikit.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Ini menghendaki identifikasi dan pengembangan criteria tertentu.
a. Tipe-tipe efektifitas program pelatihan.
Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan: 1. reaction, 2. learning, 3. behaviors, 4. organizational result, 5. cost efectivity. Pertanyaan-pertanyaan pada masing-masing kriteria tersebut, seperti diuraikan dibawah ini, memungkinkan penyaringan informasi yang bisa menjelaskan seberapa efektif program pelatihan yang dilaksanakan tersebut.
Reaksi : Seberapa baik para peserta menyenangi
pelatihan?
Belajar : Seberapa jauh para peserta mempelajari fakta-
fakta, prinsip-prinsip, dan pendekatan-
pendekatan yang terdapat didalam pelatihan?
Behavior : Seberapa jauh perilaku kerja para pekerja
berubah karena pelatihan?
Hasil-hasil : Apakah peningkatan produktivitas atau
penurunan biaya telah dicapai?
Efektivitas biaya : Katakan bahawa pelatihan efektif, apakah itu
merupakan metode yang paling murah dan
menyelesaikan masalah?
1. reactions: Ukuran mengenai reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para peserta mengenai program pelatihan. Usaha untuk mendapatkan opini para peserta tentang pelatihan ini, terutama didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti: untuk mengetahui sejauh mana para peserta merasa puas dengan program untuk maksud diadakannya bebrapa revisi atas program pelatihan, untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap represif untuk mengikuti program pelatihan.
2. Learning: Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah mengetahi seberapa jauh para peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan.
3. Behaviors: Perilaku dari para peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau performansi para peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.
4. Organizational result: tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan.
5. Cost effectivity: ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi program pelatihan, dan apakah besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil atau besar dibandingkan biaya yang timbul dari permasalah yang dialami oleh organisasi.
b. Model-model penialaian effektifitas pelatihan.
Proses evaluasi itu sendiri bisa mendorong para pegawai untuk meningkatkan produktifitasnya. Untuk mengetahui dampak dari pelatihan itu secara keseluruhan terhadap hasil atau performansi seseorang atau suatu kelompok tertentu, umumnya terdapat dua pilihan model penilaian yaitu: 1. Uncontrolled model. 2. Controlled model.
Model pertama ini bisanya tidak memakai kelompok pembanding dalam melakukan penilaian damapak pelatihan terhadap hasil dan/atau performansi kerjanya.
Sedangkan model kedua adalah model yang dalam melakukan penilaian efektivitas program pelatihan menggunakan sestem membanding yaitu membandingkan hasil dari orang atau kelompok yang tidak mengikuti pelatihan.
Menurut (Dessler:2004:217). Program pelatihan terdiri dari lima langkah:
Pertama: Langkah analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisa keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan perestasi.
Kedua: Merancang instruksi, untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas.
Ketiga: lagkah validasi, yaitu program pelatihan dengan menyajiakn kepada beberapa orang yang bisa mewakili.
Keempat: menerapkan program itu, yaitu melatih karyawan yang ditargetkan.
Kelima: Langkah evaluasi dan tindak lanjut, dimana manejemen menilai keberhasilan atau kegagalan program ini:
Terdapat tiga tahapan yang harus tercakup dalam proses pelatihan (Simamora:2006:285) yaitu:
1. Tahapan penilaian
2. Tahapan pelatihan dan pengembangan
3. Tahapan evaluasi
.
E. Tujuan pelatihan dan pengembangan
Tujuan diselenggarakan peltihan dan pengembangan kerja menurut (Simamora:2006:276) diaeahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:
1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini.
2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara efektif. Perubahan teknologi pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan melalui pelatihan, sehingga kemajuan teknologi dapat diintgrasikan dalam organisasi secara sukses.
3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutukan untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai output dan standar mutu yang diharapkan.
4. Membantu memecahkan msalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan suber daya: kelangkaan sumberdaya finansial dan sumberdaya teknologis manusia (human tecnilogical resourse), dan kelimpahan masalah keuangan, manusia dan teknologis.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematis. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan semberdaya manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan bekerja secara benar.
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan.
.
F. Manfaat pelatihan dan pengembangan
Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan dan pengembangan (Simamora:2006:278) adalah:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima.
3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
4. Memenuhi kebutuhan perencanaan semberdaya manusia
5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
Manfaat di atas membantu baik individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional. Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan. Program pelatihan tidak mengobati semua masalah organisasional, meskipun tentu saja program itu berpotensi untuk memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.
.
G. Kelemahan pelatihan dan pengembangan
Beberapa kelemahan pelatih dapat menyebabkan gagalnya sebuah program peltihan. Suatu pemahaman terdahap masalah potensial ini harus dijelaskan selama pelatihan pata trainer. (Simamora:2006:282). Kelemahan-kelemahan meliputi:
1. Pelatihan dan pengembangan dianggap sebagai obat untuk semua penyakit organisasional.
2. Partisipan tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan komitmen mereka.
3. Sebuah teknik dianggap dapat diterapkan disemua kelompok, dalam semua situasi, dengan keberhasilan yang sama.
4. Kinerja partisipan tidak dievaluasi begitu kayawan telah kembali kepekerjaannya.
5. Informasi biaya-manfaat untuk mengevaluasi program pelatihan tidak dikumpulkan.
6. Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.
7. Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.
8. Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk menghasilkan perbaikan kinerja yang dapat diveifikasi.
9. Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut.
.
H. Teknik-teknik pelatihan dan pengembangan
Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategor pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen. (Decenzo&Robbins:1999:230):
The most popular training and development methods used by organization can be classified as either on-the-job training. In the following pages, we will briefly introsce the better know techniques of each category.
1. Metode praktis (on the job training)
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job training)
Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap konsep atau pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk dugunakan pada program pelatihan dan pengembangan, ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor-faktor berikut:
1. Efektivitas biaya.
2. Isi program yang dikehendaki
3. Kelayakan fasilitas-fasilitas
4. Preferensi dan kemampuan peserta
5. Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih
6. Prinsip-prinsip belajar
Teknik-teknik on the job merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan sepervise langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya karyawan lain). Berbagai macam teknik ini yang bisa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan
2. Latihan instruksi pekerjaan
3. Magang (apprenticeships)
4. Coaching
5. Penugasan sementara
Teknik-teknik off the job, dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima representasi tiruan (articial) suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Dan tujuan utama teknik presentrasi (penyajian) informasi adalah untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau keterampilan kepada para peserta. Metode yang bisa digunakan adalah:
1. Metode studi kasus
2. Kuliah
3. Studi sendiri
4. Program computer
5. Komperensi
6. Presentasi
Implementasi program pelatihan dan pengembangan berfungsi sebagai proses transformasi. Pata tenaga kerja (karyawan) yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan-karyawan yang berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja, sehingga dapat diberikan tanggungjawab lebih besar.
.
I. Penutup
Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dari suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau funsi saat ini.
Pengembangan lebih cenderung bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahlian inividu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu solusi terhadap sejumlah problem penurunan kualitas kinerja organisasi atau lembaga dan instansi yang disebabkan oleh penurunan kemampuan dan keusangan keahlian yang dimiliki oleh karyawan atau tenaga kerja.
Pelatihan dan pengembangan bukanlah solusi utama yang dapat menyelesaikan semua persoalan organisasi, lembaga atau sebuah instansi. Tetapi mengarah pada peningkatan kinerja para karyawan atau tenaga kerja yang baik dan benar. Dan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah untuk merubah sikap, perilaku, pengalaman dan performansi kinerja.
Pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana kalangan tenaga kerja dapat memperoleh dan mempejari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang inidividu.
Pengembangan adalah penyiapan individu untuk mengemban tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi. Pengembangan biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.
Dalam pelatihan pengembangan terdapat tiga tahapan penting yang harus dilakukan oleh sebuah organisasi atau instansi. Pertama tahapan penilaian. Kedua tahapan pelatihan dan pengembangan. Ketiga tahapan evaluasi.
Daftar Pustaka
Alwi, Syafaruddin. (200 ). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Decenzo, D.A.( 1999). Human recources Managemen. Sixth edition. Newyork: John Wiley & Sons.lnc
Dessler, Gary. (2004). Sumber Daya Manusia, Penerjemah Eli Tanya Jakarta: PT. Indeks. Judul asli Human Resource Managemen .(2003) pretince-Hall, inc, Upper Saddle River. New Jersey
Gomes, Faustinc C. (2003). Manajemen Suber Daya Manusia. Yogyakarta: CV. Andi Offsetl
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Mangkuprawira. Sjafri. (2003). Mananjemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nawawi, Hadari (2005). Manajemen Sumber Dava Manusia: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sirnamora, Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia: Yogyakarta: STIE YKPN